Seperti halnya semua aktifitas manusia, maka dampak positif dan negatif pembangunan agribisnis kelapa sawit pasti ada. Oleh karena itu khusus untuk diskursus kelapa sawit,karena Indonesia sudah membuka lahan sawit 6.2 juta Ha, maka opsi yang paling arif adalah ikutilah RSPO edisi terakhir, dan membangunlah dengan bertanggung jawab (sustainable development)

Tiga minggu lalu di KBRI Wellington saya terkagum-kagum mendengar kuliah dari para pejabat MAF dengan usaha New Zealand untuk selalu harmonis dengan alamnya dan meminimalkan kerusakan, sehingga agribisnis yang dipilih adalah yang organik. Walaupun demikian, khusus untuk industri sapi (perah dan pedaging), karena mereka memerlukan bungkil sawit, maka mereka “terpaksa” mengimpor sangat banyak (senilai NZ$ 25 juta) dari Indonesia, walaupun budidaya kelapa sawit kita masih belum organik. Mungkin nantinya NZ juga hanya akan mengimpor bungkil sawit hanya dari perusahaan yang sudah punya sertfikasi
RSPO. Inti pelajarannya, kita harus membangun secara arif dan berkelanjutan.
Terima kasih.

Tien R Muchtadi
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB