Nur Hidayat
Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup penting di Indonesia selain beras. Meskipun kedelai bukan merupakan bahan pangan pokok namun kegunaannya yang cukup banyak (tempe, tahu, kecap dan sebagainya), dan dikonsumsi oleh semua lapisan masayarakat menjadikan kedelai sebagai bahan pangan vital.
Kebutuhan kedelai selama ini selain dipenuhi dari produksi local juga berasal dari impor. Impor kedelai dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan. Peningkatan ini selain disebabkan oleh meningkatnya permintaan juga diakibatkan harga kedelai impor lebih murah dengan ukuran biji lebih besar. Akibatnya petani semakin enggan menanam kedelai karena kalah bersaing. Dampak dari ketergantungan pada kedelai impor ini sebenarnya cukup membahayakan. Pada tahun 2005 kita pernah mengalami goncangan harga kedelai impor dan ini mengakibatkan banyak perajin tahu dan tempe yang gulung tikar karena tak mampu membeli bahan baku. Pemerintah mencanangkan untuk swa sembada kedelai pada tahun 2011. Swa sembada kedelai akan sia-sia jika tidak diikuti oleh manajemen distribusi dan transportasi yang baik, karena akan menimbulkan beban biaya yang sebenarnya tidak diperlukan.
Saluran distribusi memegang peranan penting untuk menekan biaya trasnportasi. Transportasi produk pertanian membutuhkan waktu yang relative lebih cepat dibandingkan produk elektronik. Meskipun kedelai merupakan produk kering, namun pengaruh cuaca dapat mempengaruhi kualitas kedelai selama transportasi dan penyimpanan. Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan tentang sentra produksi kdelai dan sentra perajin tahu tempe agar kerusakan akibat transportasi dapat diminimalkan.
Keberadaan varietas kedelai mutlak diperlukan untuk meningkatkan ketertarikan petani pada budidaya kedelai lokal. Dalam hal iniPemerintah melaluiDepartemen Pertanian telah melepaskan berbagai varitas unggul. Sebagai contoh pada tahun 1998 Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi) MALANG telah melepas sebanyak 10 varietas kedelai unggulan. Kesepuluh varietas kedelai ini memiliki kualitas yang lebih unggul dibanding kedelai impor. Kedelai varietas unggul ini memiliki biji besar dan kandungan protein mencapai 42 persen. Bibit varietas unggulan yang telah dilepas adalah Burangrang, Anjasmoro, Argomulyo, Panderman, Argopuro, Gumitir, Baluran, Bromo, Merubetiri, dan Mahameru (Widianto, 2008).
Hasil produksi kedelai lokal optimal mencapai 2 ton per hektar dengan masa tanam sekitar 75 hari atau maksimal tiga bulan. Cita rasanya juga lebih enak dibanding kedelai impor, karena masih fresh dari panen. Sementara kedelai impor umumnya hasil panen tahun lalu. Permasalahannya tempe berbahan kedelai lokal cepat busuk, karena petani tidak melakukan pegeringan pasca panen secara maksimal sehingga, tingkat kekeringannya berbeda-beda dan mudah busuk saat disimpan atau digunakan. Kendala ini mestinya sgera diatasi agar tidak menjadikan petani semakin enggan menanam kedelai atau perajin enggan menggunakan kedelai lokal.
Kebutuhan nasional kedelai mencapai sebesar 2,25 juta ton per tahun. Petani baru mampu mensuplai sebanyak 650 ribu ton per tahun. Alasannya, luas lahan areal kebun kedelai menyusut 60 persen atau menjadi 600 ribu Hektar (Ha). Penyusutan akan semakin tinggi jika tidak ada insentif yang menarik bagi petani. Insentif berupa kepastian harga dan pasar merupakan kunci yang dapat meningkatkan gairah budidaya kedelai.
Data Biro Pusat Statistik (BPS) per 1/7/2008 menunjukkan bahwa produksi kedelai mencatat persentase kenaikan tertinggi 131.001 ton (22,11%) menjadi 723.535 ton dari sebelumnya 592.534 ton (2007) atau jika dijadikan produk harian maka dihasilkan 1.623 ton/hari Impor kedelai mencapai 1,36 juta ton jauh di atas produksi kedelai lokal.
Angka Sementara (ASEM) produksi kedelai tahun 2008 sebesar 776,49 ribu ton biji kering. Dibandingkan produksi tahun 2007 (ATAP), terjadi kenaikan sebesar 183,96 ribu ton (31,05 persen). Kenaikan produksi terjadi karena peningkatan luas panen seluas 132,78 ribu hektar (28,92 persen) dan produktivitas sebesar 0,21 kuintal/hektar (1,63 persen). Kenaikan produksi kedelai tahun 2008 terdapat di beberapa provinsi terutama di Provinsi Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.
Angka Ramalan I (ARAM I) produksi kedelai tahun 2009 diperkirakan sebesar 850,23 ribu ton biji kering. Dibandingkan produksi tahun 2008 (ASEM), terjadi kenaikan sebesar 73,74 ribu ton (9,50 persen). Kenaikan produksi tahun 2009 diperkirakan terjadi karena naiknya luas panen seluas 46,20 ribu hektar (7,81 persen) dan produktivitas sebesar 0,20 kuintal/hektar (1,52 persen). Kenaikan produksi kedelai tahun 2009 diperkirakan terdapat di beberapa provinsi, terutama di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Banten, Sumatera Selatan, dan Lampung.