Nur Hidayat
Aroma Wine
Aroma merupakan faktor yang sangat penting dalam bidang pangan karena aroma menjadikan manusia berkenan atau tidak untuk mengkonsumsi makanan tersebut. Boleh jadi makanan itu memilikinilai nutrisi yang sangat baik namun ketika aroma yang muncul tidak sesuai dengan yang diharapkan maka keinginan untuk mengkonsumsinya dapat turun atau bahkan hilang sama sekali.
Aroma suatu produk pangan sangat tergantung dari bahan baku dan proses produksinya. Bahan baku yang baik mestinya menghasilkan aroma yang baik namun dapat terjadi sebaliknya jika proses produksi tidak berlangsung baik. Salah satu contoh produk dengan aroma sebagai indicator baik tidaknya produk adalah minuman. Minuman seperti teh dan kopi aroma menjadi nilai utama begitu juga dengan wine. Aroma wine telah lama dipelajari bahkan pada tahun 1876 diyakini bahwa citarasa wine tergantung pada keberadaan khamir dan perkembangannya selama fermentasi. Kualitas sensoris akhir pada wine sebenarnya menupakan hasil dari interaksi antara semua komponen kimia wine dan faktor lingkungan seperti suhu wine. Komposisi kimia wine tergantung pada tipe dan kualitas bahan baku.
Pembuatan wine tradisional umumnya menggunakan proses fermentasi spontan dan kemudian mulai dikembangkan kea rah penggunaan kultur murni. Pada fermentasi spontan mikroorganisme yang mula pertama ada dalam jumlah banyak adalah Hanseniaspora uvarum dan Kloeckera apiculata kemudian setelah beberapa jam perannya digantikan oleh Saccharomyces cerevisiae. S. cerevisiae pada dasarnya merupakan agensia fermentasi wine yang telah lama dikenal. Spesies-spesies yang ada dalam wine umumnya dikembangkan dari produk wine dengan karakteristik yang diinginkan.
Pada proses fermentasi menggunakan tambahan biakan murni khamir menunjukkan bahwa kadar alcohol yang dihasilkan akan lebih tinggi dibandingkan dengan fermentasi spontan begitu juga dengan kandungan 1-propanol dan isoamyl alcohol. Hal ini disebabkan khamir harus melakukan metabolism treonin sebagai precursor alcohol ini dan itu dapat dicapai jika inokulasu dilakukan lebih awal. Namun demikian, inokulasi khamir pada waktu yang lebih awal akan menurunkan kadar 2-phenethyl alcohol. Beberapa senyawa jumlahnya tergantung kapan inokulum diberikan misanya pada beberapa senyawa alkohol seperti 1-butanol, 1-oktanol,dan 30metilthio-1-propanol serta 1-hepatnol dan 1-decanol. Konsentrasi asetat menunjukkan adanya pengurangan jumlah 1,2-propaediol acetate jika dilakukan penambahan S cerevisiae.
Wine pada dasarnya mengandung sejumlah besar senyawa aktif untuk flavor dan aroma seperti terpene, ester, methoxypyrazine dan aldehid. Cita rasa wine dapat dinayatakan dengan manis, asam, asin dan pahit yang umumnya sebagai hasil dari adanya gula, poliol, garam, polifenol dan falvanoid. Senyawa-senyawa seperti gliserol, polisakarida,dan mannoprotein berkontribusi terhadap konsistensi wine, antosinanin terhadap warna dan etanol terh dap rasa hangat di mulut. Interkasi antara sejumlah senyawa akan memebrikan persepsi yang khas pada produk.
Selama fementasi khamir akan membebaskan glukosidase dan enzim ini dapat menghidrolisis monoterpene dengan membebaskan ikatan tak beraroma dari bentuk monoterpene dengan membesakan senyawa yang berkontribusi terhadap aroma wine (lihat gambar)
Pustaka
J.J. Mateo, M. JimeÂnez, A. Pastor and T. Huerta. 1998. In¯uence of the inoculation time of high sugar content must on the formation of wine aroma. World Journal of Microbiology & Biotechnology 14, 357 – 363.
Gustav Styger • Bernard Prior • Florian and F. Bauer. Wine flavor and aroma. J Ind Microbiol Biotechnol (2011) 38:1145–1159